Hukum Badal Haji, Makna Fidyah dan Dam Dalam Haji
DAFTAR ISI
- Batasan dan Hukum Badal Haji
- Menghajikan Kedua Orang Tua yang Telah Wafat
- Menggantikan Haji Kedua Orang Tua
- Menggantikan Haji Orang yang Mampu Melaksanakan Sendiri
- Orang Kaya Meninggal Belum Haji Lalu Dihajikan Dari Hartanya
- Menghajikan Orang yang Sudah Meninggal
- Mewakilkan Ibadah Haji Kepada Orang Lain
Apakah Haji Menghapus Dosa Besar?
- Manfaat-Manfaat yang Dapat Diraih Dalam Haji
- Makna Fidyah dan Jenis Dam Dalam Haji
- Mengganti Hewan Hadyu Dengan Nilai Uang dan Disedekahkan
- Apakah Disyariatkan Kurban Bagi Orang yang Melakukan Haji
- Meminum Air Zam-Zam Itu Sunnah Bukan Wajib
- Burung Merpati Di Tanah Suci dan Barang Temuan Di Mekkah
- Ziarah Ke Masjid Nabawi Sunnah, Tidak Ada Hubungan Dengan Haji
Banyak orang yang menggampangkan haji badal. Haji badal ada batasan, syarat dan hukum-hukumnya. Kami akan sebutkan semampunya, semoga bermanfaat, di antaranya:
1. Tidak sah haji badal untuk haji fardhu bagi orang yang mampu secara fisik.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Tidak dibolehkan melakukan haji wajib untuk menggantikan orang yang mampu melaksanakan haji sendiri berdasarkan ijma.”
Ibnu Munzir berkata, “Para ulama sepakat (ijmak) bahwa orang yang wajib melaksanakan haji fardhu sementara dia mampu untuk melaksanakan haji, tidak sah kalau dihajikan oleh orang lain.” (Al-Mughni, 3/185)
2. Haji badal (hanya) untuk orang sakit yang tidak ada harapan sembuh atau yang lemah fisiknya atau untuk orang yang meninggal dunia. Bukan untuk orang fakir dan lemah karena kondisi politik atau keamanan.
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Mayoritas (ulama) mengatakan bahwa mengghajikan orang lain itu dibolehkan untuk orang yang telah meninggal dunia dan orang lemah (sakit) yang tidak ada harapan sembuh.
Qadhi Iyad berpendapat berbeda dengan mazhabnya –yakni Malikiyah– dengan tidak menganggap hadits (yang membolehkan) menggantikan puasa bagi orang meninggal dan menghajikannya. Dia berkesimpulan bahwa haditsnya mudhtharib (tidak tetap). Alasan ini batil, karena haditsnya tidak mudhtharib. Cukuplah bukti kesahihan hadits ini manakala Imam Muslim menjadikannya sebagai hujah dalam Kitab shahihnya. (Syarh An-Nawawi Ala Muslim, 8/27)
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/147216-hukum-badal-haji-makna-fidyah-dan-dam-dalam-haji.html